Styrofoam merupakan senyawa turunan benzena yang
memiliki nama lain polystyrene. Styrofoam
sangat akrab dengan kehidupan masyarakat. Sejak styrofoam
diciptakan, keberadaannya langsung
marak di Indonesia. Banyak
keunggulan dari styrofoam yang memberikan keuntungan bagi
para penjual makanan,
seperti tidak mudah bocor, praktis, dan ringan.
Sifat styrofoam yang cenderung
menguntungkan tersebut mengakibatkan banyak orang memilihnya sebagai
pembungkus makanan.
Styrofoam yang dibuat dari polimerisasi styrene sesungguhnya masih tergolong
keluarga plastik. Plastik pada bahan styrofoam
tersusun dari polimer styrene, yaitu rantai panjang yang merupakan gabungan
beberapa monomer styrene. Butiran-butiran
styrene diproses menggunakan benzena. Perlu diketahui bahwa benzena dapat memberikan
dampak buruk bagi tubuh, seperti timbulnya masalah pada kelenjar tiroid, mengganggu kerja sistem saraf sehingga
mengakibatkan
kelelahan, mempercepat detak jantung, sulit tidur, badan menjadi gemetaran, dan
mudah gelisah.
Bayangkan jika makanan
panas dibungkus dengan styrofoam. Monomer-monomer
dari plastik styrofoam dapat dengan mudah terurai dan berpindah ke
dalam makanan untuk
selanjutnya berpindah ke dalam
tubuh orang yang mengonsumsinya. Kandungan yang terdapat seperti benzena, zat karsinogen, dan styrene akan bereaksi dengan cepat begitu makanan dimasukkan ke dalamnya. Uap panas dari makanan akan memicu reaksi kimia ini
terjadi lebih cepat. Sementara
itu, bahan-bahan kimia yang telah masuk ke dalam tubuh tersebut bersifat tidak larut dalam air sehingga tidak dapat
dibuang keluar, baik melalui urine maupun kotoran. Misal zat benzena yang sudah bereaksi masuk ke dalam tubuh akan masuk ke dalam jaringan darah lalu terakumulasi selama bertahun-tahun sehingga berakibat timbulnya kerusakan
pada sumsum tulang belakang, anemia, dan bahkan mengurangi produksi sel darah
merah. Padahal sel
darah merah sangat dibutuhkan tubuh untuk mengangkut sari pati makanan dan
oksigen ke seluruh tubuh. Apabila
jumlah sel darah merah semakin berkurang akibat dari reaksi styrofoam tersebut maka tubuh akan mengalami
beberapa gejala yang kurang wajar. Zat karsinogen juga
sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan kanker. Zat karsinogen akan lebih berbahaya apabila pemakaian wadah styrofoam digunakan berulang-ulang karena sifat
zat karsinogen yang mudah
larut. Sementara itu, menurut
penelitian pada ASI ibu yang dilakukan di New Jersey ditemukan bahwa 75% ASI terkontaminasi styrene dikarenakan ibu menggunakan wadah styrofoam saat mengonsumsi makanan.
Penelitian yang sama juga menyebutkan bahwa styrene
dapat bermigrasi ke
janin melalui plasenta pada ibu-ibu yang sedang mengandung. Tubuh yang terpapar styrene dalam jangka panjang akan muncul
gejala gangguan saraf,
seperti kelelahan, gelisah, sulit tidur, dan anemia. Oleh karena itu, beberapa lembaga dunia
seperti World Health Organization, International Agency for Research on Cancer,
dan EPA (Enviromental Protection Agency)
telah dengan tegas
mengkategorikan styrofoam sebagai
bahan karsinogen (bahan penyebab kanker).
Selain berefek negatif bagi kesehatan, styrofoam juga tidak
ramah lingkungan. Styrofoam tidak dapat diuraikan oleh alam
sehingga akan menumpuk begitu saja dan mencemari lingkungan. Data EPA (Enviromental Protection Agency) pada tahun 1986 menyebutkan bahwa limbah berbahaya yang dihasilkan dari proses pembuatan styrofoam sangat banyak. Hal itu
menyebabkan EPA mengkategorikan
proses pembuatan styrofoam sebagai
penghasil limbah berbahaya ke-5 terbesar di dunia. Selain itu, proses pembuatan
styrofoam menimbulkan bau yang tidak sedap dan melepaskan 57 zat berbahaya ke udara. Beberapa perusahaan telah mencoba mendaur ulang styrofoam. Akan tetapi, kegiatan daur ulang tersebut hanya
berupa menghancurkan styrofoam lama, membentuknya menjadi styrofoam baru, dan menggunakannya kembali menjadi
wadah makanan dan minuman.
Para pedagang
atau penjual makanan sebenarnya
telah berusaha mencegah bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan styrofoam. Usaha tersebut salah satunya
adalah dengan melapisi styrofoam
dengan plastik transparan. Akan tetapi, penambahan plastik transparan berarti menambah
jumlah terjadinya reaksi zat
kimia pada pengemasan makanan.
Plastik meskipun
transparan juga termasuk
bahan yang berbahaya untuk pembungkus makanan. Antisipasi yang dapat kita lakukan
untuk mengurangi bahaya syrofoam bagi
kesehatan adalah dengan membawa sendiri wadah yang aman untuk membungkus makanan. Jika makanan dikemas dalam wadah styrofoam, kita sebaiknya segera memindahkan makanan yang
sudah dibungkus dengan styrofoam ke
dalam wadah yang lebih aman sepeti piring kaca atau mangkuk kaca. Setelah itu bahan
pembungkus makanan styrofoam dikumpulkan agar dapat di daur ulang. Jika terpaksa menggunakan
wadah styrofoam, makanan yang
ditempatkan dalam wadah tersebut sebaiknya makanan yang tidak panas mengingat stryrofoam mudah terurai jika terkena
panas. Selain faktor panas, styrene
dapat mudah terurai dikarenakan makanan yang dikemas mengandung lemak dan
minyak, seperti sup, kopi, susu, dan mi. Selain itu, kadar keasaman yang tinggi
seperti pada teh lemon dapat menguraikan styrene.
Hal ini terbukti dari penelitian yang menghasilkan massa gelas styrofoam yang dipakai mengemas minuman
tersebut cepat berkurang. Adanya etanol yang biasa terdapat pada minuman
berakohol, seperti bir dan wine juga
dapat mempercepat larutnya styrene. Faktor
selanjutnya yaitu keberadaan vitamin A pada makanan yang akan mengurai dan
membentuk unsur baru ketika bereaksi dengan styrene.
No comments:
Post a Comment