Tuesday, 18 June 2013

Bahaya Kemasan Styrofoam

Sumber: dari sini


Styrofoam merupakan senyawa turunan benzena yang memiliki nama lain polystyrene. Styrofoam sangat akrab dengan kehidupan masyarakat. Sejak styrofoam diciptakan, keberadaannya langsung marak di Indonesia. Banyak keunggulan dari styrofoam yang memberikan keuntungan bagi para penjual makanan, seperti tidak mudah bocor, praktis, dan ringan. Sifat styrofoam yang cenderung menguntungkan tersebut mengakibatkan banyak orang memilihnya sebagai pembungkus makanan.
Styrofoam yang dibuat dari polimerisasi styrene sesungguhnya masih tergolong keluarga plastik. Plastik pada bahan styrofoam tersusun dari polimer styrene, yaitu rantai panjang yang merupakan gabungan beberapa monomer styrene. Butiran-butiran styrene diproses menggunakan benzena. Perlu diketahui bahwa benzena dapat memberikan dampak buruk bagi tubuh, seperti timbulnya masalah pada kelenjar tiroid, mengganggu kerja sistem saraf sehingga mengakibatkan kelelahan, mempercepat detak jantung, sulit tidur, badan menjadi gemetaran, dan mudah gelisah.
Bayangkan jika makanan panas dibungkus dengan styrofoam. Monomer-monomer dari plastik styrofoam dapat dengan mudah terurai dan berpindah ke dalam makanan untuk selanjutnya berpindah ke dalam tubuh orang yang mengonsumsinya. Kandungan yang terdapat seperti benzena, zat karsinogen, dan styrene akan bereaksi dengan cepat begitu makanan dimasukkan ke dalamnya. Uap panas dari makanan akan memicu reaksi kimia ini terjadi lebih cepat. Sementara itu, bahan-bahan kimia yang telah masuk ke dalam tubuh tersebut bersifat  tidak larut dalam air sehingga tidak dapat dibuang keluar, baik melalui urine maupun kotoran. Misal zat benzena yang sudah bereaksi masuk ke dalam tubuh akan masuk ke dalam jaringan darah lalu terakumulasi selama bertahun-tahun sehingga berakibat timbulnya kerusakan pada sumsum tulang belakang, anemia, dan bahkan mengurangi produksi sel darah merah. Padahal sel darah merah sangat dibutuhkan tubuh untuk mengangkut sari pati makanan dan oksigen ke seluruh tubuh. Apabila jumlah sel darah merah semakin berkurang akibat dari reaksi styrofoam tersebut maka tubuh akan mengalami beberapa gejala yang kurang wajar. Zat karsinogen juga sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan kanker. Zat karsinogen akan lebih berbahaya apabila pemakaian wadah styrofoam digunakan berulang-ulang karena sifat zat karsinogen yang mudah larut. Sementara itu, menurut penelitian pada ASI ibu yang dilakukan di New Jersey ditemukan bahwa 75% ASI terkontaminasi styrene dikarenakan ibu menggunakan wadah styrofoam saat mengonsumsi makanan. Penelitian yang sama juga menyebutkan bahwa styrene dapat bermigrasi ke janin melalui plasenta pada ibu-ibu yang sedang mengandung. Tubuh yang terpapar styrene dalam jangka panjang akan muncul gejala gangguan saraf, seperti kelelahan, gelisah, sulit tidur, dan anemia. Oleh karena itu, beberapa lembaga dunia seperti World Health Organization, International Agency for Research on Cancer, dan EPA (Enviromental Protection Agency) telah dengan tegas mengkategorikan styrofoam sebagai bahan karsinogen (bahan penyebab kanker).
Selain berefek negatif bagi kesehatan, styrofoam juga tidak ramah lingkungan. Styrofoam tidak dapat diuraikan oleh alam sehingga akan menumpuk begitu saja dan mencemari lingkungan. Data EPA (Enviromental Protection Agency) pada tahun 1986 menyebutkan bahwa limbah berbahaya yang dihasilkan dari proses pembuatan styrofoam sangat banyak. Hal itu menyebabkan EPA mengkategorikan proses pembuatan styrofoam sebagai penghasil limbah berbahaya ke-5 terbesar di dunia. Selain itu, proses pembuatan styrofoam menimbulkan bau yang tidak sedap dan melepaskan 57 zat berbahaya ke udara. Beberapa perusahaan telah mencoba mendaur ulang styrofoam. Akan tetapi, kegiatan daur ulang tersebut hanya berupa menghancurkan styrofoam lama, membentuknya menjadi styrofoam baru, dan menggunakannya kembali menjadi wadah makanan dan minuman.
Para pedagang atau penjual makanan sebenarnya telah berusaha mencegah bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan styrofoam. Usaha tersebut salah satunya adalah dengan melapisi styrofoam dengan plastik transparan. Akan tetapi, penambahan plastik transparan berarti menambah jumlah terjadinya reaksi zat kimia pada pengemasan makanan. Plastik meskipun transparan juga termasuk bahan yang berbahaya untuk pembungkus makanan. Antisipasi yang dapat kita lakukan untuk mengurangi bahaya syrofoam bagi kesehatan adalah dengan membawa sendiri wadah yang aman untuk membungkus makanan. Jika makanan dikemas dalam wadah styrofoam, kita sebaiknya segera memindahkan makanan yang sudah dibungkus dengan styrofoam ke dalam wadah yang lebih aman sepeti piring kaca atau mangkuk kaca. Setelah itu bahan pembungkus makanan styrofoam dikumpulkan agar dapat di daur ulang. Jika terpaksa menggunakan wadah styrofoam, makanan yang ditempatkan dalam wadah tersebut sebaiknya makanan yang tidak panas mengingat stryrofoam mudah terurai jika terkena panas. Selain faktor panas, styrene dapat mudah terurai dikarenakan makanan yang dikemas mengandung lemak dan minyak, seperti sup, kopi, susu, dan mi. Selain itu, kadar keasaman yang tinggi seperti pada teh lemon dapat menguraikan styrene. Hal ini terbukti dari penelitian yang menghasilkan massa gelas styrofoam yang dipakai mengemas minuman tersebut cepat berkurang. Adanya etanol yang biasa terdapat pada minuman berakohol, seperti bir dan wine juga dapat mempercepat larutnya styrene. Faktor selanjutnya yaitu keberadaan vitamin A pada makanan yang akan mengurai dan membentuk unsur baru ketika bereaksi dengan styrene.


No comments:

Post a Comment